Melihat Dunia Lewat Mata Santo Karolus Borromeus
4 November 2025 | 07.43 WIB
Kalau kamu berdiri di tepi Danau Maggiore di Italia, kamu akan melihat sesuatu yang sangat mencolok: patung raksasa Santo Karolus Borromeus! Patung ini berdiri megah di kota kecil Arona. Tingginya mencapai 35 meter, terbuat dari perunggu dan besi sejak abad ke-17. Patung itu menggambarkan Uskup Agung Milan yang sedang memberkati umatnya.
Yang unik, kamu bisa masuk ke dalam patung itu! Ada tangga yang bisa dinaiki sampai ke atas, bahkan kamu bisa melihat dunia melalui mata Santo Karolus. Melihat dari matanya berarti belajar melihat dunia dengan kasih dan kerendahan hati, dua hal yang selalu dijalankan oleh Santo Karolus sepanjang hidupnya.
Rajin Berdoa
Santo Karolus Borromeus lahir di Arona, Italia, pada tahun 1538. Ia adalah anak kedua dari pasangan Gilbert dan Margaret. Sejak kecil, Karolus dikenal cerdas dan rajin berdoa.
Bayangkan, saat baru berusia 12 tahun, ia sudah mendapat gelar kehormatan dari sebuah biara Benediktin di dekat rumahnya! Gelar itu membuatnya menerima uang bulanan yang cukup besar. Tapi bukannya digunakan untuk dirinya sendiri, Karolus malah memberikannya kepada orang miskin. Ia berkata, “Uang ini bukan untukku, tapi untuk mereka yang membutuhkan.”
Membarui Gereja
Karolus kemudian belajar hukum gereja dan hukum sipil di kota Pavia. Saat berusia 21 tahun, ia sudah bergelar doktor hukum. Namun hidupnya berubah ketika kakak laki-lakinya meninggal dunia. Banyak orang menyarankan agar Karolus berhenti menjadi calon imam dan meneruskan jabatan keluarga. Tapi Karolus memilih tetap melayani Tuhan.
Pada usia 25 tahun, ia ditahbiskan menjadi imam, lalu tak lama kemudian diangkat menjadi uskup. Ia ikut dalam Konsili Trente, yaitu pertemuan besar para pemimpin Gereja Katolik untuk membarui Gereja. Karolus bahkan membantu menyusun Katekismus Konsili Trente, sebuah buku penting yang menjelaskan ajaran iman Katolik.
Uskup Agung
Ketika berusia 27 tahun, Karolus diangkat menjadi Uskup Agung Milan. Ia bekerja keras untuk memperbaiki kehidupan umat dan para imam di keuskupannya. Ia mengunjungi semua paroki di wilayahnya sebanyak tiga kali, mendirikan seminari untuk calon imam, serta membangun gereja, sekolah, dan rumah sakit.
Karolus juga membagi-bagikan hartanya untuk orang miskin. Ia ingin para imam hidup sederhana dan mencintai umat mereka.
Tak Tembus
Santo Karolus yakin bahwa pembaruan Gereja harus dimulai dari dalam hati para pelayan Gereja sendiri. Ia sering berkata,
“Jiwa-jiwa dimenangkan bukan dengan kekuatan, tapi dengan lutut yang berdoa.”
Ia mendorong para imam dan biarawan untuk rajin berdoa, berpuasa, dan hidup suci.
Namun, perjuangannya tidak selalu mudah. Ada kelompok yang menentangnya dan bahkan berusaha membunuhnya. Saat sedang berdoa di kapelnya, seseorang menembaknya! Tapi ajaibnya, pelurunya tidak menembus jubahnya, dan Karolus selamat. Banyak orang percaya, Tuhan sendiri yang melindunginya.
Wabah Mengerikan
Pada tahun 1576, kota Milan dilanda wabah penyakit pes dan kelaparan. Banyak orang sakit dan meninggal dunia. Dalam keadaan genting itu, Karolus tidak bersembunyi atau takut, tapi turun langsung membantu umatnya. Ia mengunjungi orang-orang yang sakit, memberikan penghiburan, dan menggunakan seluruh hartanya untuk membantu mereka.
Karena pengorbanannya yang luar biasa, masa itu dikenal sebagai “Wabah Santo Karolus”. Banyak orang meneladaninya dan belajar arti sejati dari kasih dan pelayanan.
Kain Kafan Suci
Pada tahun 1578, Karolus ingin sekali berdoa di depan Kain Kafan Suci yakni kain yang dipercaya sebagai kain pembungkus tubuh Yesus. Karena keinginannya itu, Adipati Savoy memindahkan kain suci tersebut dari Prancis ke Turin, Italia, tempatnya disimpan hingga sekarang. Karolus berjalan kaki selama empat hari menuju Turin sambil berdoa dan berpuasa.
Warisan Abadi
Setelah bertahun-tahun bekerja keras, kesehatan Karolus mulai menurun. Pada bulan November 1584, ia wafat pada usia 46 tahun. Meskipun hidupnya singkat, semangat dan kasihnya kepada Tuhan dan sesama tetap hidup selamanya.
Ia dinyatakan beato (diberkati) pada tahun 1602 dan dikanonisasi pada tahun 1610. Hingga kini, jenazahnya disemayamkan di Katedral Milan, di ruang bawah tanah yang disebut Scurolo, dan dihiasi panel perak yang menggambarkan kisah hidupnya.
Bung Yan